Kamis, 30 Agustus 2007

ZAKAT DAN PENGELOLAANNYA
Seri Manajemen Ekonomi secara Islam
Oleh: Aminuddin EKaS
e-mail: aminuddin.ekas@syarikah-amana.net,
aminuddin_ekas@yahoo.com


Pengantar
Di lihat dari sisi hukum syari’at, zakat merupakan suatu kewajiban yang langsung ditetapkan oleh Allah. Zakat bukanlah harta persembahan atau tradisi buang sial seperti yang berlaku pada sebagian tradisi masyarakat, yang ujung-ujungnya membawa orang kepada kesyirikan kepada Allah. Zakat yang ditetapkan Allah adalah sebagai suatu ujian kepatuhan kepada Allah dari seorang hamba di satu sisi, di sisi lainnya zakat adalah suatu mekanisme bagaimana harta kekayaan harus dikelola untuk kesejahteraan manusia.
Allah SWT berfirman:
خذ من اموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها
“Ambillah dari harta mereka suatu sebagai shadaqah yang akan mensucikan mereka dan dengannya engkau menjadikan mereka suci dan tumbuh.” (QS: at-Taubah)
Ini adalah terjemahan teks dari perintah Allah kepada Rasulnya untuk memungut zakat kepada manusia, sebagai ujian atas kepatuhan mereka kepada Allah. Sekaligus sebagai ujian kepatuhan mereka kepada Rasulnya. Dengan zakat Allah akan membangun kebersihan jiwa mereka dan dengannya Rasul Allah membangun jiwa mereka suci dan tumbuh dalam ridha Allah ta’ala.
Rasulullah bersabda:
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad Rasulullah, dan sehingga mereka mendirikan shalat dan mereka membayarkan zakat. Maka jika mereka patuh dengan itu maka mereka menyerahkan pemeliharaan darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka atas Allah.” (Muttafaq ‘alaih).
Dan sebagaimana wasiat Rasulullah kepada Mu’adz ketika beliau mengutusnya ke Yaman:
“Sesungguhnya engkau mendatangi kaum ahli kitab, maka serulah mereka untuk bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah dan bahwa aku Rasulullah, jika mereka mematuhimu atas itu maka beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah azza wa jalla telah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam, jika mereka mematuhimu maka beritahukan mereka bahwa Allah mewajibkan mereka zakat (shadaqah) yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang faqir di antara mereka. Dan jika mereka mematuhimu, maka takutlah engkau akan kemuliaan harta mereka. Dan takutlah engkau doanya orang teraniaya karena sesungguhnya tidak ada hijab di antara doa itu dan Allah.” (Muttafaq alaih).
Zakat merupakan tiga sasaran da’wah utama yang harus pertama kali diserukan dan ditegakkan oleh Rasulullah dan menjadi kewajiban para pemipin Islam di manapun di dunia ini. Tiga pilar itu adalah Ikrar tauhidullah dan kesaksian atas kerasulan Muhammad, shalat lima waktu dan zakat.
Di samping menjadi kewajiban para amirul-mu’minin untuk memungut zakat, maka sesungguhnya zakat dan infaq itu merupakan kewajiban setiap mukmin untuk mengeluarkannya tanpa harus menunggu dipungut oleh amirul-mukminin.
Allah ta’ala berfirman:
ياأيها الذين أمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الأرض
Wahai orang-orang yang beriman infaqkanlah dari harta-harta yang baik yang telah engkau usahakan dan dari apa-apa yang Kami keluarkan dari bumi bagimu” (QS: al-Baqarah)
Dan dirikanlah Shalat dan keluarkanlah zakat.” (QS: al-Muzammil)
Rasulullah SAW bersabda:
Islam dibina di atas lima: syahadat bahwa tiada ilah selain Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, hajji ke baitullah, dan shaum selama bulan Ramadhan.” (Muttafaq alaih).
Artinya inilah lima dasar yang menjadi pilar keislaman sesorang, yang di antaranya adalah membayarkan zakat.

Bagaimana Zakat Dikelola
Kalau kita telaah dalil-dalil di atas, baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah kita temukan dua makhathab untuk mengelola zakat:
Imam (amir al-Muslimin) yaitu para pimpinan umat Islam yang diakui atau dipercaya umat untuk mengurus urusan mereka. Para pemimpin umat diperintahkan oleh Allah untuk memungut, menerima dan mengelola zakat untuk kepentingan kesejahteraan umat dan meneguhkan da’wah Islamiyah. Dalam hal ini pemimpin umat adalah Rasulullah dan para penggantinya dari para ‘ulama yang dipercaya untuk memimpin dan mengurus urusan umat. Dalam operasionalnya para imam dapat mendelegasikan tugasnya kepada orang-orang yang dipercayainya.
Kaum muslimin sendiri. Para pemimpin umat pada dasarnya adalah para pejuang Tauhid dan risalah Rasulillah lainnya. Mereka dituntut untuk membangun kesadaran umat untuk berislam dan menjalankan syari’at Islam. Adalah kewajiban kita semua untuk mempelajari Islam dan mendakwahkan Islam kepada seluruh manusia. Islam sesungguhnya diturunkan sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada manusia untuk kemashlahatan hidup di dunia dan akhirat. Perintah zakat di samping sebagai ujian kepatuhan hamba terhadap Allah, juga pada hakikatnya suatu ajaran dan panduan Allah untuk membangun kehidupan sosial yang harmonis dan seimbang, untuk membangun kebersamaan umat, kepedulian terhadap sesama, ketaatan terhadap pemimpin dan keikhlasan dalam beramal.

Selanjutnya harus dikelola oleh Imam (amir al-Muslimin) untuk keperluan sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surah at-Taubah berikut:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (60
“Sesungguhnya shadaqah itu bagi para faqir, miskin, amilin zakat, orang yang dilunakkan hatinya, orang dalam perbudakan (penindasan), gharim, orang (yang terikat) di jalan Allah, orang dalam perjalanan – suatu ketetapan dari Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
Dalam hadits Mu’adz di atas Rasulullah menjelaskan bahwa zakat itu dipungut dari orang berkelapangan untuk orang-orang yang berkebutuhan (sempit) di antara mereka. Islam mengajarkan bahwa delapan golongan harus diberi kemudahan di atas yang lainnya. Mereka itu adalah orang-orang yang berkebutuhan secara umum. Mereka ini adalah:
  1. Fuqara, orang-orang yang sangat membutuhkan harta untuk menyambung hidup mereka. Mereka ini baik punya pekerjaan atau tidak, namun apa yang mereka miliki jauh di bawah kebutuhan dasar hidup mereka. Mereka inilah golongan orang-orang yang harus pertama kali dibantu agar mereka bisa mempertahankan hidup dan tidak dipalingkan oleh bujuk-rayu yang bisa menarik mereka kepada kekufuran.
  2. Masakin, orang-orang yang perlu diberdayakan agar mereka bisa mandiri, punya keterampilan untuk bekerja dan bisa membuka peluang kerja paling tidak untuk dirinya.
  3. Amilin, orang-orang yang mengelola zakat
  4. Muallafah qulubuhum, orang-orang yang masih lemah keimanannya dan sedang dibangun kecintaannya terhadap Islam.
  5. Fi ar-riqab, orang-orang yang dalam perbudakan yang sedang berjuang keluar dari perbudakan atau penindasan atau untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang bertujuan membebaskan dari perbudakan dan penindasan.
  6. Gharim, orang-orang yang ingin lepas dari jeratan hutang yang tidak dalam ma’shiyat kepada Allah.
  7. Fi sabilillah, orang-orang yang terikat di jalan Allah atau untuk kegiatan-kegiatan jihad fi sabilillah.
  8. Ibnu sabil, orang-orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiyat kepada Allah dan mengalami kehabisan bekal

Tidak ada komentar: